Selasa, 31 Januari 2012

Pengelolaan wilayah pesisir di indonesia ( studi kasus : Pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat )


I.                  PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah pesisir Indonesia yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia, yang merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Sumber daya ini sangat besaryang didukung oleh adanya garis pantai sepanjang sekitar 81.000 km (Dahuri et al. 2001). Garis pantai yang panjang ini menyimpan potensi kekayaan sumber alam yang besar. Potensi itu diantaranya potensi hayati dan nonhayati. Potensi hayati misalnya: prikanan,hutan mangrove, dan terumbu karang, sedangkan potensi nonhayati misalnya: meineral dan bahan tambang serta parawisata.
Riau sebagai salah satu provinsi yang memiliki daera perairan terluas di Indonesia dengan lebih dari 3.214 pulau-pulau, termasuk gugusan pulau terpencil seperti di Kepulauan Riau dan Natuna. Luas wilayah Provinsi Riau mencapai 329.867,61 km2 , terdiri atas daratan 94.561,62 km2 dan lautan atau perairan235.306 km2 . Berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1983, luas Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Propinsi Riau adalah 379.000 km2. Propinsi Riau memiliki garispantai sepanjang 1.800 mil yang umumnya merupkan lingkungan rawa dengan hutan bakau seluas 300.000 ha dan kawasan pasang surut seluas 3.920.000 ha.
Wilayah kepulauan Riau memiliki cirri khas tersendiri yaitu terdiri dari ribuan pilau besar dan kecil yang tersebar di laut Cina selatan dan pertemuan antara laut Cina selatan, selat malaka dan selat karimata. Kepulauan Riau terdiri dari 1.062 buah pulau dan tidak kurang dari 345 buah diantaranya sudah berpenghuni, sedangkan sisanya walau belum berpenghunoi ta[pi sebagian sudah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian khususnya usaha perkebunan.pulau-pulau ini sebagian besar ditutupi oleh air laut. Fisiografi kepulauan mempengaruhi ekosistem-ekosistem yang terbentuk di kawaasan kepulauan Riau yang didominasi oleh ekosistem laut dangkal. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir kepulauan Riau berturut-turut dari darat adalah perairan laut dangkal, terumbu karang, padang lamun, rumput laut, mangrove dan pantai. Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem  sunur yang terdapat di kepulauan Riau.
Terumbu karang (coral reefs) adalah suatu ekosistem di dasarlaut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan algae berkapur. Ekosistem terumbu karang mempunyai manfaat yang bermacam-macam, yakni sebagai tempat hidup bagi berbagai biota lauttropis lainnya sehingga terumbu karang memiliki keanekaragaman  jenis biota sangat tinggi dan sangat produktif, dengan bentuk dan warna yang beraneka ragam, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber bahan makanan dan daerah tujuan wisata, selain itu juga dari segi ekologi terumbu karang berfungsi sebagai perlindungan pantai dari hempasan ombak.
Keberadaan terumbu karang sangat sensitive terhadap pengaruh lingkungan baik yang bersifat fisik maupun kimia. Pengaruh itu dapat mengubahkomunitas karang dan menghambat perkembangan terumbu karang secara keseluruhan. Kerusakan terumbu karang pada dasarnya dapat disebabkaboleh factor fisik, biologi dank arena aktivitas manusia.

1.2. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk melihat bagaimana sumberdaya pesisir yang ada di Kepulauan Riau daan diharapkan makalah ini bisa menjadi acuan dalam pengelolaan wilayah pesisir khususnya terumbu karang.
1.3. Potensi Wilayah Pesisir
1.3.1.      Potensi Wilayah Pesisir
Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir secara garis besar terdiri dari tiga kelompok :
1.      Sumberdaya dapat dipulih ( renewable resources )
2.      Sumberdaya tak dapat dipulih ( non-renewable resources )
3.      Jasa-jasa lingkungan ( environmental service )

a.      Sumber Daya Dapat Pulih
Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota, penahan abrasi, penahan amukan angin taufan, dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis seperti penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat obatan, dan lain-lain.
Pesisir Kepulauan Riau yang geografisnya terdiri dari pulau – pulau kecil, pinggirannya  di dominansi oleh pantai pasir putih dan hutan bakau. Ekosistem bakau banyak terdapat di bagian bagian pulau-pulau yang terlindung dan menyebar hampir disetiap kelompok pulau, seperti karimun, batam, bintan, siantan, tambelan, Singkep/selayar. Jenis hutan bakau yang umumnya dietemukan antara lain : Rhizophora, Soneratia dan Avicenia.
Luas hutan bakau di Kepulauan Riau di perkirakan sebesar  276.000 ha atau sekitar 6,49 % luas hutan bakau  di Indonesia. Berikut data kisaran luas hutan bakau yang ada di kepulauan Riau.
Ekosistem hutan mangrove di Kepulauan Riau mempunyai kondisi yang bervariasi. Pulau karimun dan kundur memiliki hutan mangrove yang lebat, tebal dan paling luas di bandingkan daerah lain di Kepulauan Riau.   Hutan bakau di Bintan dan Natuna Relatif sedang. Hutan bakau yang relatif tipis ditemukan di daerah Barelang dan selingsing. Di kawasan Barelang, sebagian besar kawasan mangrove sudah dibuka dan di konversi karena aktifitas pembangunan, kecualai di beberapa  tempat seperti di rempang dan Galang hutan mangrove agak lebih baik.

Terumbu karang
Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem subur yang terdapat di Kepulauan Riau. Ekosistem ini di bentuk oleh komunitas karang dan berbegai biota laut yang berasosiasi dengan karang.  Dalam hal evaluasi terhadap kondisi ekosistem terumbu karang, criteria yang dikembangkan berupa tutupan karang.
Ekosistem terumbu karang dikatakan buruk apabila mempunyai karang hidup sebesar 0 – 24,9 %, sedang apabila tutupan karang hidup 25 – 49,9 %, dikatakan bagus apabila  tutupan karang hidup 50 – 74,9 % dan dikatakan sangat bagus apabila mempunyai tutupan karang hidup > 75 % (Gomez dan Alcala (1984). Ekosistem terumbu karang di Kepulauan Riau terbentang di paparan dangkal hampir semua pulau – pulau. Tipe terumbu karang yang ada di  kepulauan Riau umumnya berupoa karang tepi (
Fringing reef)
. Kondisi terumbu karang di kepulauan Riau bervariasi dari suatu daerah ke daerah lain dengan kategori sedang hingga baik, walaupun ada beberapa spot terumbu mempunyai kondisi karang yang buruk.  Berikut data persen tutupan karang di beberapa lokasi di Kepulauan Riau.
Rumput Laut dan Lamun (Seagrass)
Perairan dangkal di Kepulauan Riau mempunyai 48 jenis rumput laut dan 5 jenis lamun. Tumbuhan laut yang terdiri dari kelompok lamun dan rumput laut hampir menyebar di seluruh kelompok pulau dan berasosiasi dengan ekosistem hutan bakau dan terumbu karang. Jenis-jenis lamun  yang dijumpai di Kepulauan Riau antara lain :
 Cymodocea rotundata, C.serrulata, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Holodule pinnifolia, H. Uninervis, Holophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Thalassodendrum ciliatum.
Sedangkan jenis rumput laut yang banyak ditemukan di rataan terumbu karang maupun lamun antara lain kelompok algae merah (Gelidiella, Hypnea, Gracilaria, Neoginiolithon, Lithothamnion, Dictyota, Laurencia, Fauche), Kelompok alga hijau (Caulerpa, Halimeda, Cahemorpha, Udoea, Chlorodermis, Valonia, Ulva)
 dan kelompok alga coklat ( Sargassum, Padina, Turbinaria).

Sumber Daya Perikanan Laut
Potensi sumber daya perikanan laut di Propinsi Riau terdiri dari wilayah Selat Malaka dan Laut Cina Selatan sebesar 446.358 ton, dimana pada tahun 1999  produksi ikan lautnya adalah 263.474,5 ton, yang terdiri dari wilayah perairan malaka, produksi hasil tangkapan 86.701 ton. Jenis ikan yang terangkap antara lain Nomei, Manyung, gulamah, kurisi, bawal putih, Parang-parang, selar, kuro/ senangin, kembung, tenggiri, tongkol, Udang putih dan kerang dara.  Selain itu potensial juga untuk jenis ikan ekspor  yang bernilai ekonomis seperti kerapu sunu, kakap, Ikan Ekor  kuning, Ikan merah/bambangan, ikan teri dan Tambang. Sedangkan pada wilayah perairan laut Cina selatan , produksi tangkapan mencapai 176.773,5 ton.
Perairan ini dikategorikan kedalam perairan yang dalam dan masih kaya dengan cadangan ikan demersal dan pelagis yang belum di eksploitasi seperti sardine dan tuna. Adapun ikan pelagis yang tertangkap pada kawasan ini antara lain : Tongkol, Parang-parang, Tenggiri, Selar, teri, tembang, dan kembung. Jenis Ikan Demersal; kurisi, gulamah, Nomei, Kuro, Bawal Putih serta udang dan ikan karang seperti kerapu, Bambangan, Ekor Kuning dan Kakap.
Pada usaha penangkapan ikan, perlu adanya peningkatan keterampilan bagi masyarakat dengan menggunakan teknologi baru yang efisien.  Hal ini untuk mengantisipasi persaingan penangkapan oleh negara lain yang sering masuk ke perairan Indonesia dengan teknologi lebih maju. Usaha ini melibatkan semua pihak mulai dari masyarakat nelayan, pengusaha dan pemerintah serta pihak terkait lainnya.  Hal lain yang perlu dilakukan adalah memberi pengertian pada masyarakat nelayan tentang bahaya penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak atau penggunaan racun.
Jumlah produksi perikanan yang berasal dari usaha budidaya laut  di kepulauan Riau pada tahun 1998 adalah sebanyak  1.303.,42 ton dan pada tahun 1999 mengalami peningkatan menjadi 1.813,43 ton (38,13%).


b. Sumber daya yang Tidak Dapat Pulih
 Sumber daya yang tidak dapat pulih terdiri dari seluruh mineral dan geologi, yang termasuk kedalamnya antara lain minyak gas, granit, emas, timah, Bouksit, tanah liat, pasir, dan Kaolin.Sumber daya geologi lainnya adalah bahan baku industri dan bahan bangunan, antara lain kaolin, pasir kuarsa, pasir bangunan, kerikil dan batu pondasi.
Potensi Pertambangan di Riau Kepulauan sangat besar ini dapat dilihat dari Perusahaan-perusahaan yang ada di Riau kepulauan diantaranya PT. Aneka Tambang yang bergerak dalam bidang penambangan Bouksit, PT CONOCO yang bergerak dalam penambangan Minyak Lepas Pantai.
c. Jasa-jasa Lingkungan
Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan parawisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan lindung, dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi fisiologis lainnya. Riau Kepulauan memiliki Potensi Wisata Bahari yang cukup terkenal. Potensi  wisata di Pesissr Riau Kepulauan tersebar di beberapa zona : 1. Barelang, 2. Bintan, 3. Karimun-Kundur, 4. Selingsing dan Natuna.












II.               PERMASALAH

Pemanfaatan sumberdaya dan aktifitas pembangunan menimbulkan dampak terhadap linkungan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil. Dampak tersebut dapat berupa ancaman terhadap penurunan populasi, keanekaragaman biaota, serta kerusakan ekosistem dann pantai.
Jenis ancaman ganguan sumberdaya alam pesisir di kepulauan Riau dapat dibedakan dari factor penyebab, yaitu ancaman eksploitasi dan ancaman pencemaran serta kerusakan akibat pembangunan. Ancaman adkibat kegiatan eksploitasi menyebabkan degradasi beberapa sumberdaya alam diantaranya kerusakan terumbu karang, penurunan populasi ikan, pengurangan habitat hutan bakau dan padang lamun. Kerusakan terumbu karang dan penurunan ikan karang di sebabkan  pengeboman karang. Penurunan ekosistem bakau disebabkan penebangan pohon dan pembukaan lahan tambak.
Gambar 1.pengambilan terumbu karang untuk bahan bangunan.
Ancaman akibat aktifitas pembangunan berupa gangguan fisik seperti pengerukan dan pengurungan, limbah pencemaran dan konversi lahan. Aktifitas pembangunan yang ada di Riau Kepulauan antara lain industry, pelabuhan, pertambangan minyak, dan penggalian pasir. Industry dan pelabuhan terkonsentrasi di Pulau Batam dan Batan. Sedangkan pertambangan minyak di kepulauan Natunadan penggalian pasir dilakukan di perairan dangkal Batam dan Bintan. Industry mempunyai potensi untuk menimbulkan pencemaran pada perairan diantaranya penurunan produktifitas perairan akibat limbah lapisan minyak dan lemak, logam berat dan bahan pencemaran lainnya. Penggalian pasir yang intensif di perairan kepulauan Riau menyebabkan kedalaman. Hal ini akan berdampak terhadap pola oseanografi seprti arus, gelombanmg, dan sedimentasi. Perubahan arus ini di kuatirkan akan mengikis pantai di beberapa pulau, bahkan pada tingkat yang serius akan menenggelamkan pulau seperti yang terjadi di kepulauan karimun.
Adapun isu-isu permasalahan di wilayah pesisir Riau Kepulauan antara lain :
o   Kerusakan terumbu karang
o   Abrasi/erosi terjadi di pantai yang terbuka terhadap rambatan gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Abrasi yang intensif terjadi di pantai timur pulau Natuna saat bertiup angin muson utara-timur laut. Abrasi yang intensif juga terjadi di pantai timur pulau-pulau kabupaten karimun, akibat adanyapenambangan pasir laut di dasar paerairan tersebut abrasi terjadi akibat penggalian yang intenssif nya hantaman gelombang karena berkurangnya peredaman energy dan gelombang.
o   Penurunan kualitas air di sekitar perairan karimun karena peningkatan kekeruhan akibat penambangan pasir.
o   Peningkatan aktifitas kepelabuahan dan industry seperti pelayaran, konstruksi galangan kapal yang merupakan potensi pencemaran terutama di sekitar pantai baguan barat dan utara pulau Batam dari segulung, sekupang dan batu ampar.
o   Overfishing
o   Kerusakan habitat
o   Penggunaan alattangkap yang dilarang oleh pemerintah seperti: penggunaan bahan peledak, racun (potassium), trawl,/pukat harimau yang secara ekologis merusak kelestarian sumberdaya alam terutama terumbu karang.
o   Dampak penambangan yang bersifat negative misalnya pencemaran kualitas lingkungan, erosi, abrasi dan hilangnya pulau-pulau.
Meningkatnya kerusakan terumbu karang, dewasa ini telah mengkhawatirkan banyak kalangan, karena dengan rusaknya terumbu karang akan banyak mempengaruhi status keanekaragaman hayati laut yang kita miliki selama ini. Kerusakan terumbu karang terutama diakibatkan oleh aktifitas manusia, seperti penambangan, penggunaan bahan peledak, penggunaan sianida untuk menangkap ikan, sedimentasi dan pencemaran. Pemanfaatan potensi terumbu karang  tidak jarang hanya berpegang pada salah satu fungsi yang lain, yaitu sebagai penyokong kehidupan dan social budaya.
      Berbagai akibat kerusakan terumbu karang mengakibatkan berbagai macam dampak kerugian, diantaranya menurunnya produksi sumberdaya perikanan, mempercepat abrasi pantai, dan menurunnya jumlah wisatawan karena menurunnya nilai estetika dan keindahan terumbu karang.











                                        

III.           PENYELESAIAN MASALAH

Berbagai program penyadaran masyarakat terhadap kelestarian ekosistem terumbu karang telah dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyrakat. Namun hal ini tampaknya belum dirasa cukup, mengingat tingkat kemajemukkan masyarakat kita, sehingga diperlukan bentuk program penyadaran masyarakat dalam kemasan yang beragam.
Didalam program penyadaran masyarakat tersebut, yang saat ini sedang berlangsung adalah program pantai dan laut lestari, yang salah satu kegiatannya adalah terumbu karang dan mangrove lestari (TEMAN lestari) dan coral Reef Rehabilitation and management program (COREMAP), yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan fungsi ekosistem dan hasil guna terumbu karang serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian ekosistem tersebut
Untuk wilayah kepulauan Riau, Program yang dijalankan untuk pengelolaan terumbu karang adalah program COREMAP yaitu pengelolaan yang berbasis masyarakat (community Base Management/CBM). Dan di sertakan dengan Undang-undang dan peraturan perikanan tentang;
1.      Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan;
2.      Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
3.      Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
4.      Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Pengendalian dan atau Perusakan Laut;
5.      Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan;




DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Propinsi Riau dan PKSPL IPB, 2001. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Riau Kepulauan Propinsi Riau. 121 hal

Dahuri R., Rais Y., Putra S.,g., Sitepu, M.J., 2001. Pengelolaan Sumber daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.
               PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Dahuri, R. et al. 1998. “Penyusunan Konsep Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan lautan yang Berakar dari Masyarakat “ Kerjasama Ditjen Bangda dengan Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan, IPB. Laporan Akhir.
http://www.docstoc.com/docs/21537781/PENGELOLAAN-WILAYAH-      PESISIR-DI-INDONESIA-%28STUDI-KASUS
http://www.google.co.id/search?q=pengelolaan+wilayah+pesisir+di+indonesia&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-a
Konsorsium CBM  COREMAP. 2002. Laporan Perpanjangan II Pengelolaan Berbasis Masyarakat Program COREMAP
Di Kepulauan Senayang Lingga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar