Selasa, 31 Januari 2012

Komunitas gastopoda dipantai juata laut tarakan


STUDI KOMUNITAS GASTROPODA
DI PANTAI JUATA LAUT
KOTA TARAKAN

Oleh:
Kristoper.m
09.101020.004

 









FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BORNEO
TARAKAN
2010

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL........................................................................................................ i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB  I  PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang ......................................................................................... 1
B.   Perumusan Masalah ................................................................................ 1
C.   Tujuan Penelitian....................................................................................... 1
BAB II  TINJAUAN PUSTAKA
A.   Definisi dan Tipologi pesisir.................................................................... 2
B.   Ekosistem Mangrove............................................................................... 2
C.   Komunitas Gastropoda............................................................................ 3
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.   Waktu dan Tempat................................................................................ 4
B.   Alat dan Bahan....................................................................................... 4
C.   Metode Penelitian.................................................................................. 6
D.   Analisis Data.......................................................................................... 7
Daftar Pustaka







1
BAB I
I.      PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Ekosistem pesisir dan laut menyediakan sumberdaya yang produktif, baik sebagai sumber pangan, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata (Bengen, 2002). Karena itu wilayah pesisir dan laut merupakan salah satu tumpuan harapan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dimasa dating. Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi karena didalamnya terdapat berbagai macam ekosistem pendukung, antara lain adalah ekosistem mangrove,terumbu karang, dan padang lamun.
Secara nyata upaya untuk pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir cendrung bersifat eksploitasi yang hanya bertujuan untuk mengambil keuntungan dari hasil-hasil sumberdaya yang ada, tanpa memperhatikan faktor kelestarian lingkungan pesisir tersebut, serta upaya-upaya untuk tetap  menjaga agar organism-organisme yang ada di lingkungan  pesisir tetap ada.Untuk itu perlu adanya identifikasi tentang struktur komunitas Gastropoda yang bernilai ekologis dan ekonomis penting di kawasan Pantai Kota Tarakan.

B.   Perumusan Masalah
Permaslahan utama pada Pantai Juata Laut banyaknya Gastropoda yang belum dimanfaatkan dan belum diketahui dominasi, keanekaragaman dan komposisi jenis.
C.   Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1.    Mengetahui struktur komunitas gastropoda di Pantai Juata Laut
2.    Mengetahui distribusi dan pola penyebaran gastropoda di Pantai Juata Laut
2
BAB II

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.   Definisi dan Tipologi
Terdapat suatu kesempatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut (Bengen, 2002)> Dahuri et al (1996) dalam Sumarni (2003) menyatakan definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah pertemuan antara darat dan laut, kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesaran air asin, sedangkan kearah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi didarat seperti, sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia didarat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Apabila ditinjau dari garis pantai, maka suatu wilayah pesisir memiliki dua kategori batas yaitu, yaitu batas yang sejajar garis pantai dan batas yang tegak lurus dengan garis pantai. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosisitem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia (Sumarni,2003).
B.   Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove merupakan bagian dari ekosistem pesisir yang mempunyai sifat dan karakteristik yamg khas serta mempunyai fungsi dan manfaat yang beraneka ragam baik bagi manusia yang mendiami wilayah pesisir maupun wilayah sekitar. Kata mangrove berasal dari kata mangue, bahasa portugis yang menunjukkan komunitas suatu tumbuhan. Pengertian mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas atau semak-semak atau rumput-rumputan yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dilaut Sedangkan sebutan bakau ditunjukan untuk semua individu tumbuhan yang menyusun hutan mangrove separti jenis Rhizophora spp, dan

3
mangal untuk komunitas atau asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan jenis Rhizophora (Nybakken, 1988 dalam Hendra, 2001).
C.   Komunitas Gastropoda
1.    Pengertian Gastropoda
Gatropoda berasal dari kata Gaster yang berarti perut dan paus berarti kaki,Jadi jadi gastropoda berarti kaki perut atau hewan invertebrate yang melakukan aktivitas lokomisi dengan kaki perutnya (Anatomi, 2009). Cangkang asimetri biasanya menggulung seperti ulir memutar kekanan. Hewan ini menggendong cangkang, kakinya besar dan lebar untuk merayap dibantu atau mengeduk pasir atau lumpur (Nybaken, 1988).

2.    Anatomi Gastropoda
Bentuk cangkang siput pada umumnya seperti kerucut dari tabung yang melingkar seperti konde. Puncuk kerucut merupakan bagian yang tertua, disebut apex. Sumbu kerucut disebut columella. Gelung besar disebut body whorl dan gelung kecil-kecil diatasnya disebut spire (ulir). Aperture ialah bukaan cangkang tempat tersembulnya kepala dan kaki. Kebanyakan spesies mempunyai cangkang dekstral, beberapa spesies mempunyai cangkang baik dekstral maupun sinistral (Sugiarti et al, 2005).
Cangkang gastropoda terdiri dari atas 4 lapisan, paling luar adalah pesiostrakum, yang merupakan lapisan tipis terdiri dari bahan protein zat tanduk, disebut conchiolin atau conchin. Pada lapisan ini banyak terdapat endapan pigmen beraneka warna, yang menjadikan banyak cangkang siput sangat indah warnanya (Sugiarti et al,2005).
Lapisan kalsium karbonat terdiri atas 3 lapisan atau lebih, yang terluar adalah prismatic atau palisade, lapisan prismatic terdiri dari calcite yang tersusun vertical, masing-masing diselaputi matriks protein yang tipis (sugiarti et al,2005).
3.    Pernapasan
Kebanyakan gastropoda bernafas dengan insang. Bentuk insang primitive kebanyakan dimiliki oleh jenis-jenis dari subkelas prosobranchia yaitu
4
bipectinate dan jumlahnya sepasang, pada jenis lainnya sebagai akibat dari torsi insang sebelah kanan sayap.
Pada opisthobranchia dengan adanya peristiwa detorsi, insang asli cenderung menghilang dan terbentuknya insang skunder. Pada Nudibranchia, dimana terjadi detorsi penuh, cangkang, ronggamantel dan insang asli lenyap, pernafasan dengan seluruh permukaan tubuh atau insang skunder.

4.    Peredaran darah
Pada umumnya gastropoda mempunyai sistem peredaran darah terbuka seperti halnya kebanyakan mollusca yang lain. Pada siput, kecuali jenis primitive auricle kanan mengecil atau menghilang sebagai akibat hilangnya insang kanan. Jantung terletak pada rongga pericardium. Darah mengalir dari ventricle menuju aorta pendek, kearteri posterior dan arteri anterior. Arteri posterior memasok darahke massa visceral, dan arteri anterior memasok ke kepala dan kaki. Darah dari arteri menyebar dalam sinus darah pada organ, yaitu rongga-rongga diantara jaringan penghubung, tanpa dinding khusus. Sebagian besar darah dari kepala, kaki dan viscerial, sebelum kembali kejantung melalui sinus ginjal dan sinus insang, tetapi sebagian lagi langsung kejantung.


II. METODOLOGI
A.   Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan, yaitu pada bulan april 2009 sampai Mei 2009 di pantai Juata Laut Kota Tarakan.

B.   Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian disajikan pada table dibawah ini
5
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
No
Nama
Alat dan Bahan
Jumlah
Fungsi

1
















2





Alat
a.      Water Cheker
b.      pH meter
c.      Ember

d.      Skop
e.      Plastik

f.       Meteran
g.      Alat tulis menulis

Bahan
a.      Sample Gastropoda
b.      Aquades
c.       Formalin 5 %



1 buah
1 buah
1 buah

1 buah
1 buah

1 buah
1 buah


Mengukur kualitas perairan
Mengukur Ph Perairan
Sebagai tempat menyimpan sample Gastropoda
Untuk menggali tanah
Untuk menyimpan sample Gastropoda
yang di bersihkan
Untuk mengukur lokasi pengamatan
Untuk mencatat semua data yang telah di
Peroleh



Membersihakan alt-alat yang di gunakan sebagai bahan pengawet


6
C.   Metode Penelitian
1.    Metode Pengambilan Data
Jenis data yang akan dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer di identifikasi melalui observasi dan pengukuran langsung dilapangan, sedangkan data skunder merupakan data yang sudah ada sebalumnya.Adapun data primer yang sudah dikumpulkan dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel 2. Data fisika Kimia Selama Penelitian
No
Parameter

Jenis

1

2





3










Fisika

Kimia




Biologi

-Suhu

-Salinitas
-Do
-pH

-Komunitas Gastropoda
-Indeks Keanekaragaman
-Indeks Keseragaman
-Indeks Dominan
-Kepadatan
-Indeks Penyebaran

2.    Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia
Pengukuran parameter fisika (suhu) dan kimia (pH, Do, salinitas) diukur secara insitu, yaitu dengan melakukan pengambilan sampel sebanyak tiga kali ulangan di masing-masing stasiun. Penentuan stasiunadalah tegak lurus garis pantai dimulai dari pasang tertinggi dan surut terendah.


7
3.    Parameter Biologi
Penentuan stasiun ini dilihat berdasarkan karakteristik keterwakilan yang dimiliki daerah pengamatan . Sampel biota diambil pada saat surut dan dilakukan sebanyak  empat kali dalam satu bulan pada petak 10 m x 10 m di setiap stasiun. Pada petak 10 m x 10 m dibuat petakan ukuran 1mx 1m sebanyak 3 plotsecara acak yang digunakan untuk mengambil sampel gastropoda yang ada di permukaan maupun dalam substrat yaitu sedalam 30 cm. Pengambilan sampel biota di daerah yang masih ada pemukiman (Stasiun I), daerah yang masih ada mangrovenya (StasiunII). Pengambilan biota diambil secara memungut dan menggali, analisis lanjut dilakukan di laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo Tarakan.

D.   Analisis Data
1.    Indeks Keanekaragaman (H’)
Keanekaragaman spesies dapat dikatakan sebagai keheterogenan spesies dan merupakan cirri khas struktur komunitas.  Rumus yang digunakan untuk menghitung keanekaragaman adalah dari rumus Shanon-Wiener (Odum, !993) Yaitu:
H’ = − ∑ n I  x In n i
                 N         N

Keterangan :
H’: Indeks Keanekaragaman Jenis
Ni: Jumlah Individu Setiap Jenis
N: Jumlah Total Individu
Indeks Keanekaragaman (H’) mempunyai asumsi keanekaragaman penyebaran jumlah tiap individu, dan kestabilitan komunitas jika:
H’< I: Keanekaragaman rendah
1<H’<3: Keanekaragaman sedang
H’>3: Keanekaragaman tinggi

8
2.    Indeks keseragaman
Keseragaman dapat dikatakan sebagai keseimbangan, yaitu komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Rumus keseragaman (Odum, 1993) dinyatakan sebagai berikut:
Keterangan:
E=  H’
        In S

E=Indeks Keseragaman Jenis
H’=Indeks Keanekaragaman Jenis
S=Jumlah Taksa Organisme yang ditemukan
Nilai Indeks Keseragaman berkisar antara 0-1, jika Indeks Keseragaman 0 berarti jumlah individu tiap jenis cenderung berbeda. Indeks keseragaman 1 berarti keseragaman pada suatu komunitas semakin tinggi atau jumlah individu tiap spesies relative sama:

3.    Indeks Dominansi
Indeks Dominansi ditentukan dengan Indeks Simpson, persamaannya adalah sebagai berikut (Odum, !993):
Dimana:
C=Indeks Dominansi
Ni=Jumlah Individu Setiap jenis
N=Jumlah Total Individu
Nilai C mendekati 1 berarti spesies cenderung dominan, dan jika nilai C mendekati 0 berarti tidak terjadi dominansi spesies dalam komunitas.
4.    Kepadatan
Kepadatan adalah jumlah individu persatuan luas (brower dan Zar, 1977) dalam (Agustianingsih, 2006) dengan rumus:
D=  Ni
        A


9
Dimana:
D= Kepadatan Ind/m²)
Ni= Total individu jenis kei yang ditemukan
A= Luas total pengambilan contoh pada transek ke-I (m²)
5.    Pola Penyebaran
Untuk mengetahui pola sebaran jenis dari suatu organism pada suatu habitat, digunakan penyebaran Morista (Bower dan Jar, 1977) dalam Agustianingsih (2006), dengan rumus sebagai berikut:
                           n
                                                                                ∑X² - N
                                                                                 I=n
Id = n
                                                                               n
                                                                                 ∑N ( N – 1 )                                        
                                                                                 i=n



Keterangan:
Id= Indeks Penyebaran Morsita
n= Jumlah petak pengambilan contoh
N= Jumlah individu yang diperoleh padaa seluruh petak contoh
∑X² =Jumlah total dari kuadrat individu tiap petak contoh

Berdasarkan perhitungan diatas, pola sebaran jenis organism dibedakan atas:
Pola sebaran individu seragam Id< 1
Pola sebaran individu acak Id= 1
Pola sebaran individu mengelompok Id> 1


DAFTAR PUSTAKA
Agustianingsih, FD. 2006. Struktur Komunitas Kepiting Di Ekosistem Mangrove Kawasan Hutan Lindung ANGke Kapuk, DKI. Skripsi. Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan  FPIK. 1998, IPB (tidak dipublikasikan).


Bengen.D.g, 2002, Ekosistem dan Suberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip Pengelolaannya, Institut Pertanian bogor. Bogor.

Hendra R H. 2001. Partisipasi masyarakat Dalam Pelestarian Hutan Mangrove (Tensis Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor) (tidak dipublikasikan).

Nybaken.J.M. 1998. Biologi Laut. Gramedia. Jakarta

Odum, E.P.  1993. Dasa-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Universitas Gajah Mada. Jogjakarta.

Sugiarti. S, Bambang. W, Yusli. W, Majariana. K, 2005. Avertebrata Air Jilid I. Penebar Swadaya. Jakarta. 204 halaman.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar