Kamis, 25 September 2014

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. S DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN



BAB IV
PEMBAHASAN
        Dalam membahas asuhan keperawatan ini penulis menggunakan lima tahap proses Asuhan Keperawatan yang meliputi: Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi. Adapun pembahasannya akan penulis uraikan sebagai berikut:
A.    Pengkajian
        Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan masalah klien.
Berikut penulis uraikan kesenjangan yang terjadi antara landasan teori yang penulis cantumkan dengan kasus Tn. S pada saat dilakukan pengkajian. Menurut Dermawan (2013) tanda dan gejala Isolasi Sosial dibagi menjadi gejala subjektif yaitu: klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain, klien merasa tidak aman berada dengan orang lain, respon verbal kurang dan sangat singkat, klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain, klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu, klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan, klien merasa tidak berguna, klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup dan klien merasa ditolak. Sedangkan gejala objektif yaitu: klien banyak diam dan tidak mau bicara, tidak mengikuti kegiatan, banyak berdiam diri di kamar, klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat, klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal, kontak mata kurang, kurang spontan, apatis (acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri, tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri, mengisolasi diri, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya, masukan makanan dan minuman terganggu, retensi urin dan feses, aktivitas menurun, kurang energi (tenaga), rendah diri, dan postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janis (khususnya pada posisi tidur). Adapun tanda dan gejala Isolasi Sosial: Menarik Diri pada klien Tn. S yaitu data subyektif: klien mengatakan tidak mau berinteraksi dengan orang lain, klien mengatakan lebih sering menyendiri dan klien mengatakan selama dirawat di rumah sakit tidak ada yang dekat dengan klien.Data obyektif: kontak mata kurang, klien terlihat jarang berinteraksi dengan orang lain, klien terlihat sering menyendiri, afek klien datar, klien terlihat sering berdiam diri, ekspresi wajah tidak berseri dan klien berbicara lambat.
        Berdasarkan perbandingan di atas, penulis menemukan kesenjangan di teori ada, tetapi pada klien Tn. S tidak ditemukan klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak orang lain, klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan, klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup. Hal ini terjadi jika ada masalah klien memilih hanya berdiam diri dan menghindar, klien mengatakan perannya di rumah sebagai kepala keluarga dan pengambil keputusan dalam rumah tangganya, dan klien ingin cepat pulang dan berkumpul bersama keluarganya. Data obyektif masukan makanan dan minuman terganggu, retensi urin dan feses, dan postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janis (khususnya pada posisi tidur). Hal ini tidakterjadikarena klien makan 3 kali sehari, klien BAB dan BAK di kamar mandi/WC mandiri tanpa bantuan dari orang lain, dan klien tidur siang pukul 13.00 Wita sampai jam 15.00 Wita, tidur malam pukul 21.30 Wita dan bangun jam 06.00 pagi Wita.
B.     DiagnosaKeperawatan
        Pada tahap penyusunan diagnosa keperawatan penulis tidak mengalami hambatan karena adanya beberapa literatur yang sangat menunjang sehingga penulis dapat merumuskannya. Menurut Keliat (2006)adapun diagnosa keperawatan yang dirumuskan pada klien diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan masalah utama Isolasi Sosial: Menarik Diri sebagai berikut:
1.    Isolasi Sosial: Menarik Diri
2.    Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran
3.    Resiko Perilaku Kekerasan Terhadap Diri Sendiri
4.    Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah Kronis
5.    Defisit Perawatan Diri: Mandi dan Berhias
Pada Tn. S, penulis merumuskan 6 (enam) diagnosa keperawatan yaitu:
1.      Isolasi Sosial: Menarik Diri
2.      Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
3.      Defisit Perawatan Diri: Mandi dan Berpakaian
4.      Resiko Perilaku Kekerasan
5.      Koping Individu Tidak Efektif
6.      Kurang Pengetahuan Tentang Penyakit Jiwa
        Adapun diagnosa keperawatan yang terdapat pada teori tetapi tidak diangkat pada klien Tn. S adalah Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran. Menurut Yosep (2009) halusinasi dapat didefenisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa. Merasakan mengecap sesuatu padahal tidak sedang makan apapun. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit. Dimana pada Tn. S tidak ditemukan data yang menunjang dalam mengangkat diagnosa tersebut.
        Terdapat 2 (dua) masalah keperawatan yang penulis temukan pada Tn. S tetapi tidak terdapat pada teori yaitu Koping Individu Tidak Efektif dan Kurang Pengetahuan.
Berdasarkan Nanda (2010) koping individu yang tidak efektif adalah perlindungan ulang palsu pada evaluasi diri yang positif berdasarkan pola perlindungan diri yang mendasari dianggap membela terhadap ancaman dengan batasan karakteristik: penolakan dari masalah jelas, kesulitas menjalin hubungan, kesulitan mempertahankan hubungan, kesulitan dalam persepsi tentang realitas, kurang tindak lanjut dalam terapi dan kurang partisipasi dalam perawatan. Hal ini terjadi pada klien Tn. S karena ditemukannya data yang menunjang yaitu klien mengatakan jika ada masalah klien memilih hanya berdiam diri dan menghindar.
Berdasarkan Nanda (2010) kurang pengetahuan adalah ketiadaan atau kurang informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu dengan batasan karakteristik: perilaku hiperbola, ketidakakuratan mengikuti perintah, ketidakakuratan performa uji, perilaku tidak tepat (histeria, bermusuhan, agitasi, apatis), dan pengungkapan salah. Hal ini terjadi pada Tn. S karena ditemukan data yang menunjang yaitu klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakit yang sedang diderita sekarang,klien mengatakan minum obat 3 kali sehari secara mandiri yang diberikan perawat, terapi medik  yaitu chlorpormazin tablet 2 x 50 mg, resperidon tablet 1 x 2 mg, dantrihexiphenidiltablet 2 x 1 mg.
C.    Perencanaan
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan khusus. Perawat dapat memberikan alasan ilmiah dapat merupakan pengetahuan berdasarkan literatur, hasil penelitian atau pengalaman praktik (Keliat, 2006).
        Dalam tahap ini penulis menggunakan format perencanaan dalam bentuk strategi pelaksanaan (SP) yang ada pada teori Keliat (2010) sehingga memudahkan dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Intervensi penulis buat meliputi intervensi pada pasien dan keluarga. Penulis membuat intervensi pada semua diagnosa yang muncul pada pasien secara komprehensif yaitu Isolasi Sosial: Menarik Diri, Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah, Defisit Perawatan Diri: Mandi dan Berpakaian dan Resiko Perilaku Kekerasan.
D.    Implementasi
        Sebelum melakukan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini. Perawat juga menilai sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien. Setelah semua tidak ada hambatan, maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan serta peran serta klien yang diharapkan. Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien (Keliat, 2006).
       Mengingat terbatasnya waktu yang diberikan kepada penulis, maka tindakan keperawatan yang dilakukan selama tiga hari perawatan hanya diagnosa keperawatan yaitu Isolasi Sosial: Menarik Diri sampaitindakan SP 2 pasien dilakukan dua kali impelementasi, Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah sampaitindakan SP 2 pasien dilakukan dua kali impelementasi,Defisit Perawatan Diri: Mandi dan Berpakaian sampaitindakan SP 3 pasien dilakukan tiga kali impelementasi dan Resiko Perilaku Kekerasan sampai SP 1 pasien dilakukan satu kali implementasi.
        Intervensi pada keluarga, penulis tidak dapat implementasikan karena selama 3 hari penulis memberikan asuhan keperawatan pada pasien, keluarga tidak ada yang berkunjung. Hal ini penulis delegasikan pada perawat Ruangan Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan. Hal ini perlu/penting karena menurut Keliat (2010), keluarga merupakan sistem pendukung yang utama yang memberi perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien. Asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan klien tetapi bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga tersebut.
E.     Evaluasi
        Evaluasi keperawatan merupakan proses yang berkelanjutan dan terus- menerus untuk menilai efek dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua proses yaitu evaluasi proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil dilakukan dengan cara membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan (Keliat, 2006).
        Hasil tindakan pada klien Tn. S dapat diuraikan berikut: diagnosa Isolasi Sosial: Menarik Diri,tindakankeperawatan SP 1 tercapai Klien dapat mempraktekkan cara berkenalan,tindakankeperawatan SP 2 tercapai Klien dapat mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang,tindakankeperawatanSP 1, 2 dipertahankandan intervensi didelegasikan ke perawat di ruang Teratai.
Pada diagnosa Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah,SP 1tercapai, intervensi dalam satu kali interaksi ditandai dengan Klien mampu melakukan kegiatan menyapu, SP 2 tercapai Klien mampu melakukan kegiatan mencuci piring danSP 1, 2 dipertahankan dan didelegasikan ke perawat di teratai.
        Pada diagnosa Defisit Perawatan: Diri Mandi dan Berpakaian, SP 1 Pasien tercapai dalam satu kali interaksi ditandai denganKlien mampu mengenal pentingnya dan cara kebersihan diri, SP 2 tercapai Klien mampu mengenal kebersihan diri dan berpakaian, SP 3 tercapai dalam satu kali interaksi ditandai Klien mampu mengenal alat dan cara makan yang benar dan SP 1, 2, 3 dipertahankan dan intervensi didelegasikan ke perawat di ruang Teratai.
        Pada diagnosa Resiko Perilaku Kekerasan, Penulis hanya melakukan sampai SP 1 Klien dapat melakukan cara mengontrol Perilaku Kekerasan (menarik napas dalam), intervensi dipertahankan dan didelegasikan ke perawat di teratai.
Dikarenakan waktu penulis yang sangat singkat dalam hal ini penulis mendelegasikan kepada perawat yang ada di ruangan Teratai. Sedangkan untuk SP keluarga Klien tidak berhasil karena pada saat penulis melaksanakan perawatan kepada Klien keluarga tidak pernah mengunjungi Klien, namun hal ini juga telah penulis delegasikan kepada perawat di ruangan Teratai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar