BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar
mengajar memiliki peran yang sangat penting dan strategis. Didalam kelas, gurulah yang mengendalikan
arah bagaimana proses kegiatan pembelajaran yang harus dicapai siswa.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Rohman (2009:
163) bahwa “Pendidik merupakan sosok yang memiliki kedudukan yang sangat penting
bagi pengembangan segenap potensi peserta didik. Ia menjadi orang yang paling
menentukan dalam perancangan dan penyiapan proses pendidikan dan pembelajaran”.
Sementara itu menurut Daryanto (2009: 01) bahwa “Berhasil
tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses
belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik”.
Dari beberapa penjelasan yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dipahami bahwa proses pembelajaran didalam kelas adalah kunci untuk mencapai
tujuan pendidikan. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan
belajar merupakan kegiatan yang paling pokok.
Sebagai pendidik, tugas guru tidak hanya
sekedar menyampaikan materi pelajaran di dalam kelas, tetapi lebih dari itu guru juga merupakan sentral
pembelajaran.
Demikian yang diungkapkan oleh Yamin (2011: 02) bahwa
”Sesorang pembelajar juga bertanggung jawab untuk membina peserta didik dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapinya sehari-hari, sehingga mereka
betul-betul mampu mandiri dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip dan
teori-teori yang telah mereka dapat didalam kelas”.
Dengan demikian, tidaklah mengherankan bahwa diberlakukannya Undang-Undang RI No. 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, serta PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan adalah salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas
pendidikan Indonesia. Didalamnya jelas sekali bagaimana kualifikasi khusus yang
harus dimiliki seorang tenaga pendidik maupun calon pendidik.
Pendidikan yang baik selalu dilakukan dengan cara-cara
mendidik yang baik. Agar hal tersebut dapat tercapai, jelaslah bahwa
kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki seorang guru turut mempengaruhi kualitas
proses pembelajaran.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rohman (2009: 05) bahwa
“Untuk itu, sebagai semua pendidik dan calon pendidik perlu mengetahui dan
memahami prinsip-prinsip mendidik dan kaidah-kaidah teori pendidikan sebelum
melakukan praktek mendidik”.
Sementara itu, Ahmadi, dkk (2011: 26) mengemukakan bahwa “Dalam dunia pendidikan lembaga pendidikan memang harus diberi
kesempatan melakukan perubahan-perubahan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih
baik”. Namun demikian,
realitas mengenai proses pendidikan yang terjadi dilapangan sangat
bertolak belakang dengan apa yang diharapkan, permasalahan mengenai pendidikan
kita seakan tiada habisnya.
Dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 pasal 19 ayat (1) Tentang Standar Nasional Pendidikan jelas bahwa “Proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik”.
Demikian pula pada kegiatan belajar
mengajar khususnya dalam belajar IPA di Sekolah Dasar, diharapkan guru bisa
menggunakan cara atau model pembelajaran yang tepat agar konsep-konsep yang
akan disampaikan dapat mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.
Dalam pelaksanaannya, ternyata kesulitan dan kendala yang
dihadapai guru maupun siswa dalam memahami konsep pelajaran IPA masih saja terjadi, sebagai mana
hasil dari observasi dan pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti pada
siswa kelas VI di SDN 003 Tarakan.
Rekapitulasi nilai hasil belajar siswa pada semester 2
tahun pembelajaran 2010-2011, sebagaimana data yang telah ditunjukkan bahwa 45%
siswa dikelas ini tidak tuntas dalam hasil belajarnya pada mata pelajaran IPA. Hal ini
dikarenakan kegiatan pembelajaran yang digunakan oleh guru masih selalu dilakukan
secara klasik (ceramah) sehingga siswa cenderung pasif dan menimbulkan
kebosanan dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan
pengertian dari model pembelajaran klasik yang diungkapkan Daryanto (2009: 93)
bahwa “Model belajar klasikal ini adalah model yang berpusat pada guru dan
lembaga pendidikan (teacher/institution
centered-approach), maka peranan siswa dalam belajar dan memanfaatkan
sumber belajar sangat pasif”.
Untuk mengatasi permasalahan diatas dan guna mencapai tujuan
pendidikan secara maksimal agar sesuai dengan tuntutan tujuan pendidikan
nasional, maka berdasarkan alasan tersebut pembelajaran dengan model Contextual
Teaching and Learning coba peneliti tawarkan menjadi sebuah
model pembelajaran alternatif untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran IPA di kelas VI SDN
003 Tarakan.
Dengan mempertimbangkan
usaha agar hasil belajar siswa
tersebut dapat meningkat, maka perlu dilakukan penelitian tentang “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran
Kooperatif Model Contextuan Teaching and Learning
Di Kelas VI
SDN 003 Tarakan”.
B.
Rumusan Masalah
Agar
penelitian memiliki ruang lingkup dan arah yang jelas, berdasarkan dari permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah upaya meningkatkan hasil belajar IPA melalui pembelajaran kooperatif model
Contextual Teaching and Learning di
kelas VI SDN 003 Tarakan” ?
C.
Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah
yang telah ditetapkan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah peningkatan
hasil belajar IPA melalui pembelajaran kooperatif model Contextual Teaching and Learning dikelas VI SDN 003 Tarakan Tahun pembelajaran 2011-2012 Semester 1 pada Standar
Kompetensi (SK) memahami hubungan natara ciri-ciri makhluk hidup dengan
lingkungan tempat tinggalnya.
D.
Manfaat Hasil Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pihak sekolah, guru, dan para
siswa:
1)
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan bagi sekolah tentang variasi model pembelajaran yang dapat
digunakan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran yang berkualitas.
2)
Guru dapat menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning sebagai salah satu model
pembelajaran alternatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada
mata pelajaran IPA.
3)
Siswa dapat termotivasi dan lebih bergairah saat mengikuti pembelajaran
sehingga hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA meningkat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Proses Kegiatan Belajar
Mengajar
Menurut
Ahmadi, dkk (2011: 19) “Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses
pendidikan formal dengan guru sebagai pemegang peranan utamanya. Mengajar pada
hakikatnya adalah melakukan kegiatan belajar sehingga kegiatan belajar mengajar
dapat berlangsung secara efektif dan efisien”.
Sedangkan menurut Rohman (2009: 181)
“Belajar merupakan proses mengasimilasi
dan menghubungkan pengalaman atau
bahan yang dipelajari dengan
pengertian yang dimilikinya, sehingga
pengertiannya dikembangkan”.
Sementara itu, Daryanto (2009: 02) “Belajar ialah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Dalam Undang-Undang No.20 Tahun
2003 Pasal 1 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menjelaskan bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
Selanjutnya, Yamin (2011: 70-71) menjelaskan bahwa “Pembelajaran bukan
menitik berat pada “apa yang dipelajari”, melainkan pada “bagaimana membuat
pemelajar mengalami proses belajar, yaitu cara-cara yang dilakukan untuk
mencapai tujuan yang berkaitan dengan cara pengorganisasian materi, cara
penyampaian pelajaran, dan cara mengelola pembelajaran”.
Kemudian Budiningsih (2004: 10) juga mengungkapkan
bahwa “Teori Belajar adalah deskripftif karena tujuan utamanya memberikan
proses belajar, sedangkan teori Pembelajaran adalah preskriptif karena tujuan
utamanya menetapkan metode pembelajaran yang optimal”.
Berdasarkan dari beberapa penjelasan
diatas mengenai pengertian belajar, maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar
mengajar adalah suatu kegiatan menyampaikan informasi oleh pendidik kepada
peserta didik untuk memperoleh sesuatu dari tujuan belajar tersebut.
B. Pembelajaran IPA di SD
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk
Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah dengan jelas telah menerangkan bahwa “subtansi
pembelajaran IPA
di Sekolah Dasar merupakan IPA terpadu dan pembelajaran
pada Kelas I s/d III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada
Kelas IV s/d VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran”.
Sebagai salah satu
program pendidikan nasional sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 17 ayat (2) bahwa “Pendidikan dasar
merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah”, maka
cakupan materi pada mata pelajara IPA di SD dimaksudkan untuk mengenal,
menyikapi, dan mengapresisi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan
kebiasaan berpikir dan berprilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Daryanto (2009: 02) bahwa “Belajar
ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Dalam
proses pembelajaran IPA, maka evaluasi hasil belajar IPA hendaknya bukan hanya
mengungkap pemahaman peserta didik terhadap konsep pengetahuan alam, melainkan
juga harus dapat mengungkap sudah sejauh mana peserta didik dapat menghayati
dan mengamalkan pengetahuan itu dalam kehidupan sehai-hari.
C. Pembelajaran Kooperatif Model Contextual
Teaching and Learning
Metode pembelajaran kooperatif adalah “Metode belajar yang
menekankan belajar dalam kelompok heterogen saling membantu sama lain,
bekerjasama menyelesaikan masalah, dan menyatukan pendapat untuk memperoleh
keberhasilan yang optimal baik kelompok maupun individual (suyatno. 2009:
51). Sebagaimana
yang diungkapkan Ahmadi, dkk (2011: 85) bahwa “Metode dapat diartikan sebagai
jalan yang dipilih untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran”.
Menurut
Yulaelawaty (2004: 119) “Pembelajaran kontekstual adalah kaidah pembelajaran
yang menggabungkan isi kandungan dengan pengalaman harian individu, masyarakat,
dan alam pekerjaan. Kaidah ini menyediakan pembelajaran secara konkret yang melibatkan hands –on dan minds-on”.
Sedangkan
pembelajaran kontekstual yang dikemukakan oleh Rohman (2009: 184) bahwa :
“Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
merupakan suatu proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa
untuk memahami makna materi pembelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan
materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi,
sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang
secara- fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks
ke permasalahan/konteks lainya”.
Sementara
itu, penjelasan mengenai indikator pembelajaran model kontekstual sehingga
dibedakan dengan model lainnya yang diungkapkan oleh Suyatno (2009: 57) yaitu:
1.
Modeling
(pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan,
pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh),
2.
Questioning
(eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi,
inkuiri, generalisasi),
3.
Learning
community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual,
minds-on, hands-on, mencoba mengerjakan),
4.
Inquiry
(identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan),
5.
Contructivism
(membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep- aturan, analisis-sintesis),
6.
Reflection
(reviu, rangkuman, tindak lanjut),
7.
Authentic
assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian
terhadap setiap aktivitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian
seobjektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara).
Pembelajaran
kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab
lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan
siswa (daily life modeling), sehingga
akan terasa manfaat dari materi yang akan disajikan, motivasi belajar muncul,
dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif-nyaman dan
menyenangkan (Suyatno. 2009: 57).
Pendapat lainnya, Hull (dalam Yamin. 2011: 194)
definisi pembelajaran kontekstual, pembelajaran terjadi hanya jika peserta
didik menghubungkan informasi dengan pengalamannya:
“Pembelajaran
terjadi hanya jika peserta didik memproses informasi baru atau pengetahuan
sedemikian rupa sehingga masuk akal menurut pandangan mereka (diterima batin,
tersimpan pada memori, menjadi pengalaman, dan terjadinya respon). Metode
pembelajaran ini mengasumsikan bahwa kontek akan memberikan makna secara alami
dalam kehidupan nyata, dan menjadi pengalaman bagi mereka dalam kehidupan
ditengah masyarakat yang berbeda”.
Dari
beberapa penjelasan mengenai pembelajaran kontekstual yang talah diuraikan diatas, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) atau yang lebih dikenal dengan
pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan
peserta didik dalam memahami konsep materi pembelajaran dengan cara menghubungkannya
dengan permasalahan yang terjadi di dunia nyata.
D. Kerangka Berpikir
Secara
sederhana kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir
Dari gambar diatas,
permasalahan penelitian tindakan ini berawal dari rendah nilai hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPA di kelas VI SDN 003 Tarakan tahun pelajaran
2010-2011. Berangkat dari permasalahan tersebutlah kemudian peneliti
melaksanakan pengamatan coba mencari penyebab mengapa rendah hasil belajar
siswa yg selanjutnya kemudian menawarkan satu model pembelajaran alternatif
yaitu model pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Dengan model ini
diharapkan permasalahan mengenai rendahnya hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA di kelas VI tersebut dapat teratasi. Berikut langkah-langkah atau
tahap pelaksanaan pembelajaran yang peneliti tawarkan:
Persiapan/Pembukaan
-
Pembelajar
mengingatkan kepada peserta didik materi pelajaran lalu dan mengaitkan dengan
materi pelajaran yang akan dipelajari terutama tentang cara pemecahan masalah. Pembelajar
menyatakan tujuan pembelajaran. Peserta didik memperhatikan tujuan belajar
tidak hanya untuk menguasai materi pelajaran, tetapi juga untuk mempelajarai
strategi memahami masalah.
Penyajian
-
Pembelajar
megemukakan masalah, memberi contoh bagaimana cara memecahkan masalah, merumuskan
masalah, menyelesaikan masalah, menjawab masalah, dan mengkaitkan dengan
kehidupan dunia nyata. Peserta didik dan pembelajar membuat generalisasi dan
menggunakan alat-alat pemecahan masalah. Peserta didik mengerjakan tugas. Peserta
didik melakukan penguatan internal terhadap materi. Pembelajar mendorong
peserta didik untuk menghasilkan jawaban kritis dan kreatif. Peserta didik
membuatkan kesimpulan terhadap materi yang akan dipelajarinya.
Penutup
-
Pembelajar
memberikan penguatan terhadap kesimpulan yang dibuatkan peserta didik. Peserta
didik meneguhkan kesimpulan sesuai penguatan yang diberikan pembelajar. Peserta
didik mengerjakan tes atau tugas yang diberikan pembelajar. Pembelajar membuat
kesimpulan hasil proses pembelajaran.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Setting Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan di
SDN 003 Tarakan. Penelitian ini difokuskan pada
siswa kelas VI-B dengan mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan
Alam) semester I tahun ajaran 2011/2012.
Kegiatan PTK (Penelitian Tindakan Kelas) mulai
dilaksanakan pada tanggal 15 Juli 2011 sampai
dengan tanggal 5 Agustus 2011 (selama 3 minggu).
B.
Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam
penelitian ini
adalah siswa di kelas VI-B SDN 003 Tarakan Tahun Pelajaran 2011-2012 yang berjumlah 39 siswa mengenai
permasalahan nilai dari pencapaian hasil belajarnya pada mata pelajaran IPA.
Sedangkan
sasaran yang menjadi objek penelitian ini adalah berbagai kegiatan yang terjadi dalam kelas selama berlangsungnya proses belajar
mengajar melalui model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning.
C. Desain Penelitian
Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) ini merupakan
suatu bentuk kegiatan belajar yang sengaja dilakukan untuk
memperbaiki / meningkatkan hasil
belajar siswa. Penelitian
ini dilaksanakan dalam dua siklus, adapun setiap siklus terdiri dari tahapan-tahapan; (1) perencanaan (planning), (2)
pelaksanaan tindakan (action), (3) observasi dan evaluasi, (4) analisis dan refleksi.
Secara sederhana skema alur siklus PTK ditunjukan sebagai berikut :
Gambar 3.1 Alur siklus PTK
Dimodifikasi dari Kurt Lewin (dalam Amin, M. 2011: 06).
1.
Siklus Pertama
a) Perencanaan
Peneliti dalam hal ini penyusun mempersiapkan segala bahan ajar, meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), memberikan
batasan-batasan
materi yang ingin diajarkan, instrumen penelitian dan lembar
observasi. Pada
instrumen tes, peneliti tidak melakukan kegiatan validasi untuk memperoleh
validitas instrumen karena instrumen yang peneliti gunakan adalah
mengutip/mengambil soal buku paket terbitan pusat perbukuan, Departemen Pendidikan
Nasional untuk SD/MI kelas VI.
b) Pelaksanaan
Peneliti melaksanaakan
rencana-rencana program pengajaran yang telah disusun, mengamati kegiatan pembelajaran dan aktivitas
siswa di dalam kelas. Adapun rencana yang dilakukan pada tahap pelaksanaan
tindakan ini adalah proses pelaksanaan KBM yang dilakukan dalam 2 kali tatap muka (4 x 35 menit),
dimana masing-masing pertemuan dua jam pelajaran dengan alokasi waktu 35 menit tiap jam pelajaran.
Berikut adalah rencana kegiatan pelaksanaan
pembelajarannya :
Pertemuan ke-1
Kegiatan Awal (10 menit)
1) Apersepsi.
2) Mengecek
kesiapan belajar siswa, ruang kelas, dan media pembelajaran.
3) Guru
mempersiapkan gambar-gambar yang sesuai dan menjelaskan tujuan
pembelajaran.
4) Bertanya
jawab untuk menggali pengetahuan siswa tentang topik pembelajaran.
Kegiatan Inti (50 menit)
1)
Guru
megemukakan masalah mengenai ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan
hidupnya.
2)
Guru
memberikan contoh bagaimana beberapa hewan yang memiliki ciri-ciri khusus yang ada di sekitarnya lingkungan siswa.
3)
Siswa
dan guru membuat generalisasi dan menggunakan alat-alat pemecahan masalah.
4)
Siswa
melakukan penguatan internal terhadap materi.
5)
Guru
mendorong peserta didik untuk menghasilkan jawaban kritis dan kreatif.
6)
Siswa
membuatkan kesimpulan terhadap materi yang akan dipelajarinya.
Kegiatan Akhir (10 menit)
1) Siswa dan guru melakukan refleksi
pembelajaran.
2)
Guru
memberikan penguatan terhadap kesimpulan yang dibuatkan peserta didik.
3)
Siswa
meneguhkan kesimpulan sesuai penguatan yang diberikan pembelajar.
4)
Guru
membuat kesimpulan hasil proses pembelajaran.
5) Sebelum guru menutup kegiatan
pembelajaran, guru memotivasi siswa agar rajin belajar
dan mengulang kembali materi yang telah diterimanya di sekolah.
Pertemuan ke-2
Kegiatan Awal (5 menit)
1) Apersepsi.
2) Guru
mengajak siswa mengingat sekilas materi pembelajaran yang lalu.
3) Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran.
4) Mengecek
kesiapan belajar siswa, ruang kelas, dan media pembelajaran.
Kegiatan Inti (60 menit)
1) Guru memberi tugas (Ulangan Harian).
2)
Dengan
dibimbing guru, secara mandiri seluruh siswa mengerjakan tugas yang telah
diberikan.
Kegiatan Akhir (5 menit)
1)
Guru mengumpulkan seluruh hasil
pekerjaan siswa.
2) Guru mengucapkan terima kasih kepada
siswa karena telah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan bersungguh-sungguh.
c) Pengamatan
Peneliti bersama
dengan observer mengamati kondisi kelas dan aktivitas kegiatan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung yang kemudian dicatat pada lembar observasi dan
pengamatan yang telah dipersiapkan. Data yang telah diperoleh dari lembar
observasi maupun lembar pengamatan oleh peneliti merupakan acuan dasar sebagai
bahan evaluasi dari kegiatan belajar siswa.
d) Refleksi
Pada tahap ini peneliti mengkaji,
melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan
berdasarkan lembar pengamatan yang diperoleh. Refleksi pembelajaran dilakukan setelah proses
kegiatan belajar mengajar selesai dilaksanakan, sehingga perubahan
dan perbaikan terhadap rencana
pembelajaran dapat
dilakukan setelah satu tahapan selesai.
Hasil refleksi satu siklus ini
digunakan untuk memperbaiki dan mengetahui perubahan akibat tindakan yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian. Setelah selesai
refleksi pada siklus ini dan apabila target ketuntasan belum tercapai, atau masih terdapat hambatan maupun kendala dalam siklus ini, maka memungkinkan untuk perbaikan sebagai tindakan pada
siklus selanjutnya.
2.
Siklus Kedua
a) Perencanaan
Peneliti dalam hal ini penyusun mempersiapkan segala bahan ajar, meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), memberikan batasan-batasan materi yang ingin diajarkan, instrumen penelitian dan lembar observasi. Pada instrumen tes, peneliti tidak
melakukan kegiatan validasi untuk memperoleh validitas instrumen karena
instrumen yang peneliti gunakan adalah mengutip/mengambil soal buku paket
terbitan pusat perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional untuk SD/MI kelas VI.
b) Pelaksanaan
Peneliti melaksanaakan
rencana-rencana program pengajaran yang telah disusun, mengamati kegiatan pembelajaran dan aktivitas
siswa di dalam kelas. Adapun rencana yang dilakukan pada tahap pelaksanaan tindakan
ini adalah proses pelaksanaan KBM yang dilakukan dalam 2 kali tatap muka (4 x 35
menit), dimana
masing-masing pertemuan dua jam pelajaran dengan alokasi waktu 35 menit tiap jam pelajaran.
c) Pengamatan
Peneliti bersama
dengan observer mengamati kondisi kelas dan aktivitas kegiatan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung yang kemudian dicatat pada lembar observasi dan
pengamatan yang telah dipersiapkan. Data yang telah diperoleh dari lembar
observasi maupun lembar pengamatan oleh peneliti merupakan acuan dasar sebagai
bahan evaluasi dari kegiatan belajar siswa.
d) Refleksi
Pada tahap ini peneliti mengkaji,
melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan
berdasarkan lembar pengamatan yang diperoleh. Refleksi pembelajaran dilakukan setelah proses
kegiatan belajar mengajar selesai dilaksanakan, sehingga perubahan
dan perbaikan terhadap rencana
pembelajaran dapat
dilakukan setelah satu tahapan selesai. Dalam hal ini peneliti menggunakan
refleksi dilakukan setelah selesai satu siklus.
Hasil refleksi satu siklus ini
digunakan untuk memperbaiki dan mengetahui perubahan akibat tindakan yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian. Setelah selesai
refleksi pada siklus ini dan apabila target ketuntasan belum tercapai, atau masih terdapat hambatan maupun kendala dalam siklus ini, maka memungkinkan untuk perbaikan sebagai tindakan pada
siklus selanjutnya.
D.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan
data dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan dari
hasil instrument
tes yang dijadikan sebagai alat oleh peneliti untuk mengukur kemampuan siswa
pada ranah kognitif, adapun instrumen tes yang digunakan oleh peneliti adalah menggunakan
tes objektif yang berbentuk soal pilihan ganda melalui lembar kerja ulangan harian
siswa. Sedangkan dalam rangka mengukur kemampuan siswa pada ranah afektif dan
psikomotorik siswa, peneliti menggunakan kegiatan non tes yaitu melalui lembar
observasi dan pengamatan oleh peneliti mengenai perkembangan kinerja dan
aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran IPA berlangsung.
E.
Teknik Analisis Data
Adapun cara yang
digunakan oleh peneliti dalam menganalisis hasil belajar ulangan harian siswa
yang berbentuk soal pilihan ganda tersebut
adalah menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
Mean = rata-rata
∑ fx =
jumlah keseluruhan skor/nilai siswa
N =
banyaknya siswa
(Daryanto.
2007:109-110)
Selanjutnya untuk menilai
hasil belajar siswa, maka analisa penilaian yang peneliti gunakan adalah :
Nilai Angka
|
Nilai Huruf
|
Predikat
|
80 – 100
66 – 79
56 – 65
46 – 55
0 – 45
|
A
B
C
D
E
|
Baik Sekali
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
|
(Sudijono, A. 2006: 35)
F.
Indikator Keberhasilan
Indikator Keberhasilan dalam penelitian ini diketahui berdasarkan dari
hasil analisis data,
nilai rata-rata hasil belajar Ulangan Harian (UH) yang telah dianalisis
akan dibandingkan dengan
hasil belajar siswa dengan yang sebelumnya.
Ketika pembelajaran dilaksanakan dengan model Contextual Teaching and Learning ditargetkan bahwa siswa yang
berjumlah 39 siswa tersebut akan mampu meraih perolehan ulangan harian dengan
nilai 70,00 sebagai nilai rata-rata kelasnya.
Dari perbandingan-perbandingan hasil belajar melalui UH (Ulangan Harian)
tersebut, maka akan diketahui
seberapa besar tingkat ketuntasan yang telah dicapai
dan berapa besar persentase peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA apabila hasil belajar yang diperoleh sebelumnya dibandingkan
dengan menggunakan model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
G.
Hasil Penelitian
Penelitian tindakan
kelas ini adalah merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPA dikelas VI-B SDN 003 Tarakan melalui pembelajaran
kooperatif model CTL (Contextual Teaching and Learning). Penelitian
ini dilaksanakan dalam dua siklus, dimana masing-masing dari setiap siklusnya
dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan.
Adapun deskripsi hasil
penelitiannya dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.
Siklus Pertama
a.
Tahap Perencanaan
1)
Peneliti dalam hal ini penyusun
memeriksa segala
bahan ajar, meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
2)
Mempersiapkan
batasan-batasan materi yang ingin diajarkan.
3)
Mempersiapkan
dan memerikas kembali instrumen tes maupun lembar observasi/pengamatan. (Pada instrumen tes, peneliti tidak
melakukan kegiatan validasi untuk memperoleh validitas instrumen karena
instrumen tes yang peneliti gunakan adalah mengutip/mengambil soal dari buku
paket terbitan pusat perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional untuk SD/MI
kelas 6.
b.
Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti melaksanaakan program
pengajaran sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun, adapun kegiatan pada tahap ini adalah melaksanakan
kegiatan belajar mengajar dalam 2 kali pertemuan (4x35 menit) sesuai dengan
rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dipersiapkan.
c.
Tahap Pengamatan
Peneliti bersama observer, mengamati kondisi kelas, kegiatan siswa dan proses pembelajaran yang
berlangsung. Kemudian mencatat data pada lembar observasi. Berikut adalah tabel hasil belajar
siswa pada siklus I .
Tabel 4.1
Nilai hasil ulangan harian siswa pada siklus
I.
NILAI ULANGAN HARIAN
SIKLUS I
|
|||
Nilai
Individu
|
Banyaknya Siswa
|
Persentase
|
Kriteria
|
80 – 100
66 – 79
56 – 65
46 – 55
0 – 45
|
12
16
11
-
-
|
30,77%
41,02%
28,21%
-
-
|
Baik Sekali
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
|
JUMLAH
|
39
|
100%
|
|
d.
Tahap Refleksi
Hasil
refleksi siklus I ini digunakan oleh peneliti untuk mengetahui perubahan-perubahan yang telah terjadi akibat tindakan penelitian. Karena
dianggap sudah tercapai dan terpenuhi target kegiatan belajar siswa pada siklus
yang pertama ini, maka peneliti melakukan pemantapan dan pematangan hasil
belajar siswa dengan melaksanakan satu siklus lagi dalam kegiatan belajar
mengajar ke siklus II.
2.
Siklus Kedua
a.
Tahap Perencanaan
1)
Peneliti dalam hal ini penyusun
memeriksa segala
bahan ajar, meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
2)
Mempersiapkan
batasan-batasan materi yang ingin diajarkan.
3)
Mempersiapkan
dan memerikas kembali instrumen tes maupun lembar observasi/pengamatan. (sama seperti yang disiklus pertama pada
instrumen tes yang di siklus kedua ini peneliti juga tidak melakukan kegiatan
validasi untuk memperoleh validitas instrumen karena instrumen tes yang
peneliti gunakan adalah mengutip/mengambil soal dari buku paket terbitan pusat
perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional untuk SD/MI kelas 6.
b.
Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti melaksanaakan program
pengajaran sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun, adapun kegiatan pada tahap ini adalah
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam 2 kali pertemuan (4x35 menit)
sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dipersiapkan.
c.
Tahap Pengamatan
Peneliti
bersama observer, mengamati kondisi kelas, kegiatan siswa dan proses
pembelajaran yang berlangsung. Kemudian mencatat data pada lembar observasi. Berikut adalah tabel hasil belajar
siswa pada siklus I .
Tabel 4.2
Nilai hasil ulangan harian siswa pada siklus
2.
NILAI ULANGAN HARIAN
SIKLUS 2
|
|||
NILAI
|
Banyaknya Siswa
|
Persentase
|
Kriteria
|
80 – 100
66 – 79
56 – 65
46 – 55
0 – 45
|
24
9
6
-
-
|
61,53%
23,07%
15,40%
-
-
|
Baik Sekali
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
|
JUMLAH
|
39
|
100%
|
|
d.
Tahap Refleksi
Bila data-data
hasil penelitian diatas diperhatikan, maka telah terjadi peningkatan hasil
belajar yang cukup berarti bila dibandingkan dengan sebelum tindakan dilakukan.
Dari hasil refleksi pada
siklus yang kedua, sebagaimana hasil pengamatan dan analisis hasil belajar
siswa yang diperoleh, karena dianggap sudah tercapai dan terpenuhi maka
penelitian ini pun berhenti sampai di siklus ini saja.
H.
Pembahasan
Dari
hasil penelitian yang telah diuraikan diatas, diketahui bahwa hasil belajar
kognitif siswa melalui kegiatan ulangan harian sebelum tindakan adalah 66,54
kemudian pada hasil tindakan di siklus I yang diperoleh sebagai nilai rata-rata
kelas yang diperoleh siswa adalah 72.31.
Sebagaimana
target yang telah ditetapkan dalam penelitian ini bahwa indikator ketercapaian
yang harus diperoleh siswa adalah nilai 70.00 sebagai nilai rata-rata kelasnya,
dari sini dapat disimpulkan bahwa nilai hasil belajar siswa tersebut pada
siklus yang pertama telah tercapai. Demikian pula selajutnya pada hasil belajar
melalui ulangan harian pada siklus yang kedua. Hasil belajar yang diperoleh
menunjukkan jauh lebih meningkat yaitu nilai 80,26 sebagai nilai rata-rata siswa.
Adapun
peningkatan hasil belajar pada setiap siklus dibandingkan dengan hasil sebelum
tindakan dapat dilihat pada gambar grafik peningkatan hasil belajar di bawah
ini.
Gambar 4.1 Grafik peningkatan hasil belajar siswa.
Mengenai ketuntasan hasil
belajar, sebagaimana yang telah ditetapkan bahwa nilai 70.00 adalah kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yang harus diperoleh siswa. Adapun ketuntasan hasil
belajar yang dicapai siswa diketahui bahwa sebelum tindakan dilakukan
ketuntasan hasil belajar yang dicapai hanya 51,28 %, kemudian pada siklus I
meningkat menjadi 71,79% dan selanjutnya pada siklus yang kedua jauh lebih
meningkat yakni 82,05%.
Gambar 4.2 Grafik peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa.
Selanjutnya, dari hasil
pengamatan yang dilakukan oleh observer sebagaimana hasil observasi ini adalah
bertujuan untuk mengetahui respon tingkah laku siswa pada setiap pertemuan baik
itu di siklus yang pertama maupun disetiap pertemuan pada siklus yang kedua.
Siklus pertama:
1. Hasil pengamatan dan observasi mengenai
kesungguhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, yaitu pada
pertemuan ke-1 ada 34 siswa atau 87% siswa yang menunjukkan kesungguhannya
dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar didalam kelas, selanjutnya pada
pertemuan ke-2 ada 37 siswa atau 94%.
2. Jumlah siswa yang mendengarkan dan
memperhatikan dengan baik pelajaran yang disampaikan oleh guru, pada pertemuan
ke-1 ada 34 siswa atau 87%, pada pertemuan ke-2 ada 37 siswa atau 94%.
3. Jumlah siswa yang aktif bertanya mengenai
seputar pelajaran, pertemuan ke-1 ada 19 siswa atau 48% yang selalu rajin
bertanya mengenai materi, sedangkan pada pertemuan ke-2 guru tidak membuka sesi tanya jawab karena
pertemuan ini adalah kegiatan ulangan harian siswa.
4. Jumlah siswa yang aktif menjawab pertanyaan
guru, pada pertemuan ke-1 ada 28 siswa atau 71% yang bertanya mengenai materi
kepada guru, dan pada pertemuan ke-2 tidak ada pertanyaan dari guru karena
sedang melaksanakan ulangan harian.
Gambar 4.3 Grafik
aktivitas kegiatan belajar siswa siklus I.
Sedangkan
hasil lembar observasi aktivitas dan kegiatan
siswa selama proses pembelajaran di siklus kedua adalah:
1. Hasil pengamatan dan observasi mengenai
kesungguhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, yaitu pada
pertemuan ke-1 ada 37 siswa atau 94% siswa yang menunjukkan kesungguhannya
dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar didalam kelas, selanjutnya pada
pertemuan ke-2 ada 38 siswa atau 97%.
2. Jumlah siswa yang mendengarkan dan
memperhatikan dengan baik pelajaran yang disampaikan oleh guru, pada pertemuan
ke-1 ada 37 siswa atau 94%, pada pertemuan ke-2 ada 38 siswa atau 97%.
3. Jumlah siswa yang aktif bertanya mengenai
seputar pelajaran, pertemuan ke-1 ada 20 siswa atau 51% yang selalu rajin
bertanya mengenai materi, sedangkan pada pertemuan ke-2 guru tidak membuka sesi tanya jawab karena
pertemuan ini adalah kegiatan ulangan harian siswa.
4. Jumlah siswa yang aktif menjawab pertanyaan
guru, pada pertemuan ke-1 ada 28 siswa atau 71% yang bertanya mengenai materi
kepada guru, dan pada pertemuan ke-2 tidak ada pertanyaan dari guru karena
sedang melaksanakan ulangan harian.
Gambar 4.4 Grafik aktivitas kegiatan belajar siswa siklus
2.
Bila
data hasil penelitian dan pembahasan diatas diperhatikan hasil belajar dan
aktivitas kegiatan siswa pada siklus yang kedua lebih meningkat dari pada
siklus yang pertama, hal ini terjadi karena siswa sudah lebih mengerti dan
memahami tujuan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran model Contextual Teaching and Learning.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
dari analisis hasil penelitian pembahasan, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
siswa kelas VI SDN 003 Tarakan pada mata pelajaran IPA dapat ditingkatkan
dengan menggunakan model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning, sebagaimana perbandingan-perbandingan yang
ditunjukkan dalam rekapitulasi nilai hasil belajar rata-rata kelas melalui
ulangan harian yang diperoleh siswa, diketahui bahwa sebelum tindakan dilakukan
nilai rata-rata hasil belajar ulangan harian siswa adalah 66,54 akan tetapi
pada siklus I saat tindakan dilakukan nilai rata-rata meningkat menjadi 72.31, selajutnya
pada hasil belajar melalui ulangan harian pada siklus yang kedua. Hasil belajar
yang diperoleh menunjukkan jauh lebih meningkat yaitu nilai 80,26 sebagai nilai rata-rata hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA.
B.
Saran
Berdasarkan
hasil penelitian tersebut yang telah diperoleh, maka penulis memberikan saran
khususnya kepada Bapak/Ibu guru bidang studi yang memegang mata pelajaran IPA
di sekolah dasar, model pembelajaran Contextual Teaching and Learning ini bisa
diterapkan sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
meningkatkan hasil belajar maupun permasalahan terhadap konsep IPA yang sulit
untuk dipahami oleh siswa. Model pembelajaran ini tidak hanya terbatas pada
mata pelajaran IPA, model ini juga dapat diterapkan pada mata pelajaran
lainnya. Sehingga permasalahan awal mengenai kesulitan belajar yang dihadapi
siswa dapat diatasi sebagai mana penelitian yang telah dilaksanakan ini.